Jumat, 21 Desember 2012

Aliran-Aliran dalam Filsafat Islam





Dalam buku saku filsafat islam, Haidar Bagir membagi aliran-aliran filsafat islam menjadi lima aliran diantaranya:  pertama, teologi dialektik (Ilmu Kalam); kedua, peripatetisme (Masysya’ Iyyah); ketiga, Illuminisme, (Isyraqiyyah);  keempat, sufisme/Teosofi  (Tasawwuf atau ‘irfan);  kelima, Filsafat Hikmah, (Alhikmah Al-Mut’aliyyah).
Sesungguhnya, ada dua aspek untuk membedakan kelima aliran-aliran tersebut. Pertama, dari epistimologinya dan kedua, dari ontologinya. Epistimologi yang di gunakan dalam peripatetisme dan teologi dialektik hampir sama yaitu metode diskursif-logis hanyasaja teologi dialektik atau ilmu kalam berangkat dari kebenaran agama lalu kemudian mencari premis-premis untuk membuktikan kebenaran tersebut. Sedangkan peripatetisme berangkat dari kebenaran yang bersifat umum kmudian mendemonstrasionalkannya.
Adapun metode yang digunakan illuminisme dan sufisme atau teosofi (‘irfan) adalah metode intuitif atau experiensial, yaitu mengetahui seuatu adalah untuk memperoleh suatu pengalaman tentannya, kemudian di analisis dengan diskursif-demonstrasional. Bahkan dalam filsafat hikmah pengalaman intuitif itu memang sutu keharusan untuk di diskirsif-logiskan guna verifikasi pubik.
Untuk peripatetisme dan taswuf, kedua aliran ini belum sampai pada pembahsan ontologi hanya saja dalam peripatetisme pembahasannya lebih di tekankan pada kosmologi dan emanasi sebagai basisnya.  Sedang untuk irfan meggunakan ungkapan kesatuan atau hirarki wujud dalam ontologinya. Berbeda dengan illuminisme yang mengidentkan cahaya sebagai gambaran wujud, Dan prinsipialitas, kesatuan dan ambiguitas wujud untuk ontologi dalm filafat hikmah.
Akhirnya, untuk lebih memperjelas pemahaman kita tentang aliran-aliran filsafat maka akan dibahas secara mendalam, akan tetapi hanya berkisar pada tiga aliran seperti yang tertulis dibawah ini:
1.     Peripatetisme (Masysya’ Iyyah)
Peripatetisme adalah aliran filsafat yang bersifat Aristotelian dengan diskursif-demonstrasional sebagai ciri utamanya. Asal kata peripatetisme ini bermula dari kebiasaanya Plato gurunya Aristoteles yang sering kali berjalan mondar mandir (peripatos: bahasa Yunani) ketika mengajar dan diikuti terus oleh murid-muridnya, sehingga kemudian disebut sebagai filsafat peripatetisme. Sedangkan kata masyaiyah diambil dari kata dalam bahasa Arabnya.
Pada perkembangan berikutnya, pemikiran aliran ini ternyta selain sebagai pemikirannya Aristoteles (aristotelian) sekaligus pemikirannya plotinus dalam karyanya ennead yang disalahpahami sebagai karyanya Aristoteles. Namun dari kesalahpahaman tersebut ada keuntungan tersndiri bagi umat islam karna filsafat yang di kembangkan oleh Plotinus cenderung bersifat religius dan spiritual keagamaanya tinggi, hal ini bisa dibuktikan dengan konsep ketuhanannya (The One) jadi sejalan dengan pemahaman umat islam. Ia juga membawa konsepnya emanasi yang belakangan digunakan oleh para filosof islam.
Tokoh filsafat islam yang identik dengan peripatetisme adalah Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain dan mereka menghasilkan pemikiran yang berbeda-beda contohnya Ibnu Sina dengan konsep emanasinya yang menjadi basis kosmologi yang Tuhan yang tunggal di identikan sebagai Intelek yang memancarkan atau beremanasi menjadi intelek dua, begitu seterusnya sehingga  terciptakanya berbagai materi yang ada di alam semesta ini.
2.     Filsafat Illuminisme (Israqiyyah)
Illuminisme adalah suatu pencerahan intelektual atau spiritual, biasanya dijabarkan sebagai suatu pemahaman yang datang secara tiba-tiba dan juga merupakan aliran filsafat yang di kenalkan pertama kali oleh Suhrawardi.
Sebelumnya, pemikiran Suhrawardi ini tidak terlalu di kenal apalagi di belahan Barat sana. Namun atas jasanya Hanri Corbin seorang orientalis yang memfokuskan penelitian pada Suhrawardi, akhirnya karyanya di publikasikan dan pemikirannya Suhrawardi dapat di kenal.
Suhrawardi mengatakan bahwa perinsip filsafat israqiyyah adalah mendapat pengalaman melalui pengalaman intuitif, kemudian mengelaborasikan dan memferifikasikannya secara logis-rasiona.[1] Dalam filsafat emanasi setiap tingkatan di identikan dengan intelek maka dalam filsafat israqiyyah tingkatan-tingkatan tersebut di identikan denagn cahaya (Nur).
3.     Filsafat hikmah.
Filsafat hikamah bisa disebut sebagi filsafat islam yang sesungguhnya atas jasanya Sadra yang telah memperkenalkan aliran ini. Lalu pertannyaanya kemudian kenapa ada anggapan bahwa filsafat hikmah bisa di sebut sebagai filsafat isalm yang sesungguhnya. Mungkin jawabanya simpel karna Mulla sadra telah mampu menginkomporasikan pemikiran-pemikiran sintetik dengan Al-Qur’an dan hadis yang posisinya sebagi sumber dari segala sumber hukum islam.
Setelah sebelumnya filsafat isalm taklagi dikenal pasca Ibnu Rush namun kemudian Suhrawardi dengan illuminismenya dan  Mulla Sadra dengan “Teosofi Transenden” telah memberikan konstribusi terbaru pada filsafat islam. Ciri dari  aliran ini hampir sama dengan yang lainnya yaitu menggunakan intuisi sebagai basis efistimologinya, namun intuisi disini lebih ditonjilkan bahkan bisa disebut sebagai satu-satunya daya untuk mencapai ilmu pengetahuan dan utuk menyampaikannya pada publik ia melakukan verifikasi secara diskursif-demonstrasional.









[1] Haidar Bagir, Buku saku Filsafat Islam. (Bandung: Mizan. 2006). Hlm.144

1 komentar:

  1. Bagus dan padat si................tapi kurang banyak materinya

    BalasHapus