Mengenal Konsep Nubuwwah
(Kenabian) dalam Berbagai Pandangan
*(Ocoh Adawiyah Aqidah dan
Filsafat)
Nubuwwah (Kenabian) merupakan isu
yang jarang diperdebatkan dikalangan umum. Namun teori kenabian dalam Islam
telah sejak lama menjadi bahan perdebatan yang sangit dan belum berhenti sampai
saat ini. Apalagi belakangan bermunculan orang yang dengan gamblang
mendeklarasikan dirinya sebagai Nabi. Semudah itukah menjadi seorang Nabi? Dalam
kaitannya dengan hal tersebut, tulisan
ini akan dibahas secara singkat mengenai teori atau konsepsi kenabian ditilik
dari segi filsafat maupun dari segi teologi
.
Kata ”nubuwah” disebutkan dalam
Al-Qur,an sebanyak 5 kali di beberapa surat. Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, nabi adalah orang yg menjadi pilihan Allah untuk menerima
wahyu-Nya dan kenabian adalah sifat (hal) nabi, yang berkenaan dengan nabi.
Jika di tinjau dari segi sosiologis, kenabian merupakan jembatan teransisi
dari masa primitif menuju masa rasioner.
Karena kedatangan seorang Nabi dalam hal ini selalu muncul di tengah-tengah
masyarakat yang akhlaknya bobrok dan tak bermoral lalu kemidian muncul Nabi
sebagai penerang dan utusan Tuhan yang mengarahkan pada jalan menyembah Tuhan.
Menurut pandagan teologi Nabi adalah wajib adanya dan setiap umat islam harus
mengimaninya.
Dalam ranah filsafat, teori
kenabian memang dijadikan sebagai satu pembahasan penting. Bahkan dengan tegas
fazlul Rahman mengatakan bahwa ciri yang paling urgen dalam filsafat islam adanya
filsafat kenabian. Seperti al-Farabi mengkonspsikan nabi dalam sebuat tidak
lepas dari unsur psilologis, metafisik, politis dan lain-lain. Ia
menggambarkannya dengan kota idea sebuah kota (madinah) yang sangat teratur dan
selaras. Dan pemimpin dalam hal ini nabi, mereka dapat berhubungan langsung
dengan akal aktif. Dan paran Nabi ini mempunyai daya imaji yang kuat sehingga
mereka dapat menerima wahyu.
Seperti halnya al-Farabi, Ibnu
Sina dalam menjelaskan teori kenabian
dia terpengaruh oleh konsepnya al-Farabi dengan membagi akal manusia menjadi empat macam yaitu akal materil, intelektual, aktual dan akal
mustafad. Dari keempat akal tersebut tingkatan akal terendah adalah akal materiil.
Dan adalalanya Tuhan menganugrahkan kepada kepada manusia akal materiil yang
bersar lagi kuat, yang Ibnu Sina dibeeri nama al-hads yaitu intuisi. Daya yang ada pada akal materiil semua ini
begitu besarnya,sehungga tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan
dengan akal akif dan dengan mudah dapat cahaya dan wahyu dari Tuhan. Akal
seperti ini dapat mempunyai daya suci.inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh
manusia dan terdapat hanya pada nabi-nabi.
Telah kita
ketahi dari paparan di atas, bahwa tidak semua orang dapat menjadi nabi hanya orang-orang tertentu saja
piliha-Nya. Ada beberapa syarat kenabian. Pertama, menurut para ulama
ahlusunnah waljama’ah nabi harus seorang laki-laki (Al-Anbiya:
7). Kedua, mendapat makrifat atau pengetahuan dari Tuhan yakni berupa wahyu.
Ketiga, terpelihara dari perbuatan salah dan Allah pula menjaga seorang nabi
dari perbuatan maksiat. Sedang menurut al-Farabi, seorang nabi harus mempunyai
daya imajinasi yang tinggi, Dan lain-lain.
Dan untuk menanggapi
berbagai penomena nabi palsu yang belakangan marak di beberapa negara termasuk
Indonesia, Sebetulnya tidak perlu dirisaukan karena nabi Muhammad sendiri telah
meramalkan bahwa dikemudian hari akan hadirnya penomena seperti itu. Dan
sebetulnya sudah terjadi sejak masa sahabat, Musailamah Alkazab yang menyamar
menjadi nabi palsu. Di Indonesia, Lia Eden, Ahmad Mosaddeq, keberadaanya hanyalah
memberi warna pada kehidupan, semata untuk menguji sekuat mana keimanan kita.
Dan sebetulnya jika kita konsisten memahami konsep nabi yaitu sebagai jembatan
transis masa primitif ke rasioner, maka kita tidak memerlukan adanya Nabi lagi,
karena selain Muhammad sebagai penutup semua nabi, juga masa sekarang sudah
sangat maju dan rasioner untuk hadirnya konsep atau hadirnya seorang nabi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar